Penasaran dengan gunung tambora karena dulu merupakan gunung tertinggi dan letusan yang terkuat saat waktu itu, dari pensaran itu saya berangkat sendiri ke gunung tambora yang berada di NTB tepatnya di kabupaten dompu sumbawa, saya berangkat berawal dari semarang yang akan lanjut kota surabaya lama perjalanan sekitar 7-8jam sesaatnya sampe di terminal bungurasih siang hari jam 12an, kebetulan bus ke bima berangkat jam 2 mengunakan bus tiara mas dengan biaya 400rb sampe kota bima lama perjalanan 2 hari lumayan lama,hahahha lamanya perjalanan lumayan membosankan tetapi sesudah sampe sekitaran sumbawa kerenn jalanan sepi dengan pinggiran bukit2 atau pantai sepanjang perjalanan sungguh perjalanan yang gila tapi keren,hahahaha. alhamdulilah saya sampe pagi hari sekitar jam 8, ketika sudah sampe di kota bima,saya akan melanjutkan ke desa pancasila disini ada bus yang menuju desa pancasila sepanjang perjalanan menuju desa pancasila sangat disuguhi pemandangan kayak di africa soalnya terdiri dari perbukitan dan savana yang luas serta tanah yg kekuningan jadi sangat gersang disini
Untuk mendaki Gunung Tambora sebaiknya Anda melapor kepada Kepala Desa
Pancasila atau disini juga ada tempat perhimpunan pencinta alam warga setempat,
K-PATA. Ditempat tersebut Anda bisa mendapat informasi
sebanyak-banyaknya mengenai jalur pendakian Gunung Tambora sebelum
melakukan pendakian. Jika memerlukan guide, Anda bisa menggunakan tenaga
dari anggota K-PATA yang sudah cukup terlatih dan mengenal medan Gunung
Tambora dengan baik.
Tempat Lapor Pendakian Gunung Tambora |
karena saya udah lapor,saya pun lanjut untuk pendakian karena pos terdiri dari 5, saya merasa berat melakukan perjalanan,hahaha tapi digarap aja,hehehe
di saat perjalanan saat memasuki kawasan hutan
dengan pepohonan yang hijau dan rapat. Pohon-pohon besar dan tinggi
menjulang di kiri kanan. Terdapat galian pipa air sepanjang jalan
setapak yang terlihat jelas. Galian pipa itu menuju Pos I dan kami cukup
mengikutinya saja.
Tidak berapa lama berjalan, saya rasakan keringat begitu deras
mengalir. Wah, baru sebentar berjalan kok sudah keringatan begini.
Padahal saya tidak pakai pakaian tebal. Jalan pun pelan-pelan.
Ternyata teman yang lain juga banjir keringat dan tidak aneh kata
mereka. Baru saya sadar bahwa udara di sana memang tidak begitu dingin
dan langit sedang cerah-cerahnya.
Sesampe di pos 1 jam
10.40,di pos I di tandai dengan pondok yang terbuat dari kayu dan beratap
terpal lusuh .disini terdapat jalan kecil di sebelah kiri jalan yang menuju
sumber air, kira-kira 20 meter dari Pos I. Kami mengisi botol air kami dengan
air jernih melimpah dari pipa air dan ditampung pada gentong plastik besar yang
dilapisi semen. Botol minum tampak berembun, itu artinya airnya pasti dingin.
saya disini berhenti untuk makan karena perut kosong
Pos 1 |
Sumber Air Pos 1 |
Setelah makan usai saya langsung
melanjutkan ke pos 2,di sepanjang perjalanan menuju pos 2 jalur menanjak jadi
sangat menguras tenaga dan panjang sepanjang perjalanan juga banyak semak-semak
jadi harus hati-hati, sesampe di pos 2 jam 12.50 setibanya disini terdiri
pondok yang terbuat dari kayu dan beratap seng,selama di pos 2 saya tidak mau
berlama-lama dan melanjutkan ke pos 3
Pos
2
|
jam 01.15 saya lanjut menuju
pos 3 parjalanan lama perjalanan 2 jam,jalur seperti pos 1 ke pos 2, sampe pos
3 jam 03.30, se sampe di Pos III ditandai dengan sebuah shelter yang memanjang di
punggungan dan sebuah pondok dari kayu. Dari pos ini, pendaki bisa
melihat lereng gunung Tambora dengan vegetasi rumput-rumput yang cokelat
dan pohon-pohon cemara di bawahnya. Tampak jelas garis batas antara
kedua jenis vegetasi tersebut. dari pos III Terlihat lereng gunung tambora, saya pun camp di pos ini dan langsung mendirikan tenda serta makan-makan tapi untungnya disini ada yang camp saya jadi ada temen, ternyata temen yang camp disini berasal dari orang bima jadi dia tahu persis banget tentang gunung tambora ini,saya juga cerita-cerita dan bercengkrama sama abang dony namanya. saat saya camp disini cuaca cerah jadi semangat untuk besok kejar sunrise hahaha,karena waktu udah larut malam saya tidur dan yang ntar yaa akan dilanjutkan malam jam 1.
Pos 3 |
Tidur pulas waktu menunjukan pukul 00.30 saya langsung siap-siap untuk melanjutkan ke pos 4,Dari Pos 3 dan Pos 4, jalur mendaki dan harus hati-hati karena di
beberapa titik jalurnya curam. Jalur pendakian juga sempit oleh
rerumputan dan tanaman perdu yang lebat di sisi kanan kiri.
Pos 4 ditandai dengan shelter di antara pohon-pohon cemara
yang tinggi besar. Daun-daun cemara yang kering menumpuk tebal di tanah
dan terasa empuk saat diduduki dan dipijak. Hutan perdu jelatang
mengelilingi Pos 4 dan saya menghayal mungkin ada putri salju di balik
hutan jelatang itu, menunggu pangeran datang yang harus menaklukan hutan
berduri-duri.
sampe pos 5 jam 02.10 ,Melewati Pos 4, vegetasi mulai berubah, pepohonan tinggi semakin
jarang dan berganti rerumputan tinggi dan tanaman perdu. Pos 5 ditandai
dengan shelter kecil dengan kerangka pondok kayu. Terdapat bekas tumpukan kayu perapian di tengah shelter. Kami beristirahat sebentar di pos ini,di jalur pos 5 ini ada sebuah makam yang merupakan makam pendiri jalur tambora
saya meninggalkan Pos 5. Hamparan rumput pendek telah mendominasi
vegetasi sepanjang jalur pendakian. Beberapa pohon cemara menjulang
hitam. Langit masih gelap dan bintang-bintang terasa sangat dekat. Angin
bertiup pelan. Bintang-bintang jatuh sesekali terlihat. Dari kejauhan
terlihat lampu-lampu kapal dan bagan ikan di Teluk Saleh.
Bintang-bintang di langit seperti satu kesatuan dengan lampu-lampu di
Teluk Saleh. Suasana begitu hening.
Kami berjalan menyusuri jalur pendakian yang meliuk-liuk mengikuti
punggungan. Bukit-bukit yang kami lewati seperti tidak ada selesainya.
Setelah selesai satu bukit, ada bukit lagi. Bukit-bukit Pengharapan kata
para pendaki Tambora. Tapi ada plesetannya, bukit-bukit itu juga sering
diberi nama Bukit Putus Asa.
Langit berangsur terang. Lamat-lamat terlihat bukit-bukit yang
berderet-deret. Sudah dekat, kata Teguh. Terlihat sebuah puncak yang
paling tinggi. Itulah Puncak Tambora. Tidak lama lagi.
Saya kemudian berlari, mengejar waktu agar tidak tertinggal momen
matahari terbit. Tapi, puncak-puncak bukit ternyata belum selesai.
Puncak yang terlihat dekat, ternyata letaknya jauh di belakang
lagi. Saya sempat pasrah, mungkin belum rejekinya lihat matahari terbit
di Tambora. Tapi, beberapa berkas sinar terlihat di langit dari balik
bukit. Saya kemudian berlari lagi setidaknya untuk melewati puncak bukit
itu.
Melewati bukit terakhir itu, saya bergeming takjub. Hamparan luas dan
rata di depan mata. Jauh di ujung hamparan, terdapat garis gelap, pasti
di sanalah kawahnya. Saya berlari lagi, melewati pohon-pohon edelweiss
yang sedang berbunga. Matahari masih di balik gunung, namun sinarnya
telah menerangi langit.
Mendekati bibir kawah, saya melangkah pelan-pelan. Seram, Kawan.
Kawahnya begitu curam, dalam, dan berukuran masif. Matahari muncul dari
balik kawah dan awan. Indah sekali. Saya sujud syukur dan hampir lupa
belum sholat Subuh. Sholat Subuh kali itu begitu istimewa, di bibir
kawah Tambora. Walau mungkin sudah lewat waktunya dan pikiran saya entah
ke mana-mana.
Tampak juga di kejauhan, Kadafi sedang sujud. Terlihat hikmat sekali.
Untuk ke titik tertinggi di Puncak Tambora, saya menyusuri hamparan
pasir di bibir kawah. Beberapa struktur pasir dan batu berbentuk unik,
mungkin karena bentukan angin dan air hujan. Pohon-pohon edelweis
menyebar seluas hamparan. Bunga-bunganya sedang mekar, berwana putih dan
menghiasi setiap ranting-rantingnya.
Dari Puncak Tambora kami bisa melihat keseluruhan kawah, Teluk Saleh,
dan sebagian Laut Flores di bagian utara. Terlihat juga Pulau Satonda
yang seperti tapak kaki. Dan di kejauhan, kami bisa melihat puncak
Gunung Rinjani, di Pulau Lombok.
Puncak Tambora |
Kawah Tambora |