Minggu, 21 April 2013

Soal Komposisi

Soal Komposisi

      Intinya, pada bagian pertama, saya ingin mengingatkan kembali (termasuk mengingatkan diri saya sendiri) soal pentingnya komposisi untuk menghasilkan foto yang baik (setidaknya secara visual). Sementara pada bagian kedua, saya memaparkan “modal” yang harus dibawa seorang fotografer ketika ingin berangkat memotret atau, dalam hal ini, merancang komposisi.
Saya mengakhiri artikel bagian 2 dengan pertanyaan, “Apa yang ingin saya (Anda) potret?” dengan harapan rekan-rekan memahami betul subjek yang ingin dipotret. Sekarang, mari kita menukik pada hal yang lebih teknis.
Focal point yang kuat
Salah satu “aturan” soal komposisi yang harus diketahui dan dipahami adalah: mata pengamat (pembaca, pemirsa, atau siapa pun yang bakal melihat foto Anda) selalu tertuju pada bagian yang paling terang, paling cerah dari sebuah situasi visual atau scene. Ini mungkin sudah terpatri dalam DNA kita, dan diturunkan selama ratusan atau ribuan tahun evolusi manusia.
Mata kita, sadar atau tidak sadar, mudah tertarik pada sesuatu yang berkilau, putih, gemerlap, atau cerah/terang. Jadi, yang ingin saya katakan adalah, pastikan bagian paling terang dari komposisi yang hendak Anda potret memang patut mendapatkan perhatian. Objek paling terang, dalam sebuah foto, otomatis menjadi focal point. (Atau berlaku pula, objek paling gelap, jika situasi scene keseluruhan terang.)
Focal point adalah titik atau bagian dalam suatu komposisi yang menarik perhatian mata pengamat. Umumnya, tujuan utama dari sebuah komposisi yang baik adalah memastikan agar focal point dan subjek utama dalam foto Anda sama: subjek Anda adalah focal point Anda.




 Foto : Risman Sawaludin

Dalam contoh foto di atas, ada semacam ambiguitas antara subjek utama (main subject) dengan focal point. Jika merujuk pada pemahaman di atas, bagian yang terang dari foto ini adalah gunung berbentuk bukit yang berwarna hijau, di antara pohon-pohon yang berwarna hijau. Tetapi pohon-pohon ini tidak menjadi focal point karena ia tersebar dan cenderung membentuk pola, tidak terpusat.
Sebaliknya, si pemotret menjadikan seseorang yang ada di foto ini, yang dalam foto terlihat sebagai bagian yang lebih gelap, sebagai subjek utama (yang ditunjukkannya secara sadar lewat judul fotonya: petualang). Artinya, dalam foto ini, focal point dan main subject tidak sama. Apakah dengan begitu foto ini “gagal” dari sisi komposisi?
Belum tentu.
Jika kita kembali merujuk pada apa yang saya tulis di atas, bisa jadi ini sebuah inverse: bagian yang gelap di antara yang terang akan menjadi focal point. Jadi, dari sudut pandang ini, main subject dan focal point dari foto sebenarnya sama: sang pembersih kubur. Sementara nisan-nisan putih hanyalah berfungsi sebagai pola latar yang bersifat “grafis”.
(Bersambung)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar